Senin, 18 Juli 2016

   Rangkuman
   Pembelajaran Penemuan Terbimbing
(untuk memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran Inovativ II)
 
 
 
 
Dosen Pembimbing
Lestariningsih, S.Pd., M.Pd.

 
Nama Anggota Kelompok:
1. Aizzatur Rohmah   Nim: 1431009
2. Mauidatul jannah    Nim: 1431049
3. Muhammad Zailan Novianto  Nim: 1431048
4. Ristia Havadoh Ervina  Nim: 1431069

 
STKIP PGRI SIDOARJO
Jalan Kemiri, Telp.(031) 8950181, Fax.(031) 8071354, Sidoarjo.
Website : http://stkippgri-sidoarjo.ac.id
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
     2016





A. Pengertian pembelajaran penemuan terbimbing
  Metode penemuan terbimbing merupakan kegiatan yang membutuhkan keterlibatan guru dalam proses pembelajaran, di mana masalah dikemukakan oleh guru atau bersumber dari buku teks kemudian siswa berpikir untuk menemukan jawaban terhadap masalah tersebut di bawah bimbingan intensif guru.

B.  Sejarah
  Model penemuan merupakan model belajar yang dipopulerkan oleh Bruner. Model ini menghendaki keterlibatan aktif siswa dalam memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip, sedangkan guru mendorong siswa agar memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.

C.  Karateristik metode penemuan terbimbing
     1. mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan;
     2. berpusat pada siswa;
     3. kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.

D. Prinsip-prinsip
  Metode penemuan terbimbing ialah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud antara lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Dengan teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan intruksi. Dengan demikian pembelajaran penemmuan ialah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.
  Metode pembelajaran penemuan merupakan suatu metode pengajaran yang menitikberatkan pada aktifitas siswa dalam belajar. Dalam proses pembelajaran dengan metode ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya.

E. Langkah-langkah
   Adapun langkah-langkah pembelajaran penemuan terbimbing adalah
1. Fase 1 : pemberian rangsangan (stimulation)
           a) Peserta didik dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri.
           b) Guru memulai kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
           c) Stimulasi pada fase ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.
2. Fase 2 : identifikasi masalah (problem identification)
           a) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk diajukan.
3. Fase 3 : pengumpulan data (data collection)
           a) Ketika eksplorasi berlangsung guru berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis
           b) Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis. Dengan demikian peserta didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan data berbagai informasi hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah).
           c) Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pertanyaan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang relevan, membaca literature, mengamati objek, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
4. Fase 4 : pengolahan data (data processing)
                  Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dari sumber-sumber informasi yang kemudian ditafsirkan.
5. Fase 5 : pembuktian (verification)
            a) Peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil pengolahan data.
            b) Verifikasi Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpaidalam kehidupannya.
6.Fase 6 : menarik kesimpulan (generalization)
            a) Menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi.
            b) Berdasarkan hassil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari verifikasi.

F. Kelebihan dan kekurangan
   a. Kelebihan metode penemuan terbimbing sebagai berikut:
1. Membantu siswa memahami konsep dasar dan ide-ide secara lebih baik.
2. Membantu dalam menggunakan daya ingat dan transfer pada situasi-situasi proses belajar yang baru.
3. Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas ini siatifnya sendiri.
4. Proses belajar penemuan dibuat “open-ended” sehingga mendorong siswa berpikir inisiatif dan merumuskan hipotesisnya sendiri.
5. Memberikan kepuasan yang bersifat intrinsik.
6. Situasi proses belajar menjadi lebih merangsang.

b. Kekurangan Metode Penemuan Terbimbing
1. Untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama.
2. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Di lapangan, beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan metode ceramah.
3. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan metode ini. Umumnya topik-topik yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan  metode penemuan terbimbing.

Cara untuk mengatasi kekurangan metode ini adalah :
 1. Konsep atau prinsip yang harus ditemukan oleh peserta didik melalui kegiatan tersebut perlu dikemukakan dan di tulis secara jelas.
 2. Susunan kelas diatur sedemikian rupa sehingga memudahkan terlibatnya arus bebas pikiran peserta didik dalam kegiatan belajar – mengajar.
 3.Guru harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengumpulkan data.
 4.Guru harus memberikan jawaban dengan tepat dengan data informasi yang diperlukan peserta didik.
RANGKUMAN
STRATEGI PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK
(PROJECT BASED LEARNING)
 
 
 
 
Dosen Pembimbing
Lestariningsih, S.Pd. M.Pd.

 
  Nama Kelompok  :
1. Ach. Suzaini   NIM: 1431002
2. Anggi Anggraeni   NIM: 1431012
3. Dwi Rizki Oktaviani  NIM: 1431029
4. Resty Tirta Risani   NIM: 1431067
5. Veny Ifdinasari   NIM: 1431084


STKIP PGRI SIDOARJO
Jalan Kemiri, Telp.(031) 8950181, Fax.(031) 8071354, Sidoarjo.
Website : http://stkippgri-sidoarjo.ac.id
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
2016
 
 



A. Sejarah Pembelajaran Berbasis Proyek
    Munculnya gagasan tentang metode pembelajaran berbasis proyek diawali dengan adanya metode problem-based learning. Problem-based learning sendiri berawal dari fenomena di lapangan yaitu banyak dari lulusan pendidikan medis (kedokteran) yang memiliki pengetahuan faktual dan akademik tinggi namun tidak mampu menerapkan pengetahuannya dalam penanganan pasien sungguhan. problem-based learning dikembangkan pada akhir 1960-an untuk tujuan utama yakni digunakan untuk pelatihan dokter di Universitas McMaster di Ontario, Kanada  Setelah mengkaji tentang pendidikan yang dilakukan terhadap calon tenaga medis maka dikembangkan suatu program pembelajaran yang menempatkan calon tenaga medis ke dalam situasi simulatif yang dikenal dengan problem-based learning

B. Pengertian Pembelajaran Berbasis Proyek (PBL)
    Pembelajaran Berbasis Proyek (PBL) merupakan metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata. Pembelajaran berbasis proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan siswa dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya.

C. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Proyek (PBL)
   1. Siswa membuat keputusan dan membuat langkah kerja,
   2. Terdapat masalah yang pemecahan masalahnya tidak ditemukan sebelumnya,
   3. Siswa merancang proses untuk menyancapai hasil,
   4. Siswa bertanggung jawab untuk mendapatkan dan mengelola informasi yang dikumpulkan,
   5. Siswa melakukan evaluasi secara kontinu,
   6. Siswa secara teratur melihat kembali apa yang mereka kerjakan,
   7. Hasil akhir berupa produk dan dievaluasi kualitasnya, dan
   8. Kelas memiliki atmosfir yang memberi toleransi kesalahan dan perubahan.

D. Prisnsip – Prinsip Pembelajaran Berbasis Proyek (PBL)
   1. Prinsip Sentralistis (centrality) menegaskan bahwa Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan efisiensi dari kurikulum.
   2. Prinsip Pertanyaa Pendorong / Penuntun (driving question) berarti bahwa kerja proyek berfokus pada “pertanyaan atau permasalahan” yang dapat mendorong siswa untuk berjuang memperoleh konsep atau prinsip utama suatu bidang tertentu.
   3. Prinsip Investigasi Konstruktif (constructive investigation) yaitu proses yang mengarah kepada pencapaina tujuan.
   4. Prinsip otonomi (autonomy) dalam pembelajaran berbasis proyek dapat diartikan sebagai kemandirian siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran
   5. Prinsip Realistis (realism) pembelajaan berbasis proyek harus dapat memberikan perasaan realistis kepada siswa, termasuk dalam memilih topik, tugas dan peran konteks kerja.

E. Kelebihan Pembelajran Berbasis Proyek (PBL)
   a. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
   b. Membuat siswa menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem – problem yang kompleks.
   c. Mendorong siswa untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi.
   d. Meningkatkan keterampilan siswa dalam mengelola sumber.
   e. Memberikan pengalaman pembelajaran dan praktik kepada siswa dalam mengorganisasi proyek.
   f. Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan siswa secara kompleks dan dirancang untuk berkembang sesuai dunia nyata.
   g. Melibatkan siswa untuk belajar mengambil informasi dan menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian di implementasikan dengan dunia nyata.
   h. Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga siswa maupun guru menikmati proses pembelajaran.

F. Kekurangan Pembelajaran Berbasis Proyek (PBL)
    a. Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.
    b. Membutuhkan biaya dan peralatan yang cukup banyak.
    c. Banyak guru yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, di mana guru memegang peran     utama di kelas.
   d. Siswa yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan.
   e. Ada kemungkinan siswa yang kurang aktif dalam kerja kelompok.
   f. Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, di khawatirkan siswa tidak bisa memahami topik secara keseluruhan.

G. Langkah – Langkah  Pembelajaran Berbasis Proyek (PBL)
    Penjelasan Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Proyek sebagai berikut.
    1. Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With the Essential Question).
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas
    2. Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project).
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara guru dan siswa. Perencanaan berisi tentang aturan main.
    3. Menyusun Jadwal (Create a Schedule)
Guru dan siswa secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain:
        (1) membuat timeline
        (2) membuat deadline penyelesaian proyek,
        (3) membawa siswa agar merencanakan cara yang baru,
        (4) membimbing siswa ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek,
        (5) meminta siswa untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara.
    4. Memonitor siswa dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the Progress of the Project)
Guru bertanggung jawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas siswa selama menyelesaikan proyek.
    5. Menguji Hasil (Assess the Outcome)
        Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur ketercapaian standar.
    6. Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience)
        Pada akhir proses pembelajaran, siswa dan guru melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok.

Rangkuman
Penerapan Metode Pembelajaran Inkuiry dalam Pembelajaran Matematika
(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran Inovatif II)
 
 
 
 
Dosen Pembimbing:
Lestariningsih, S.Pd., M.Pd.


Disusun oleh:
1. Ahmad Didit Chayono.   Nim: 1431005
2. Anni’mah Manzila Putri    Nim: 1431014
3. Imro’atus Sholichah  Nim: 1431038
4. M. Arya Setiawan Abadi  Nim: 1431054
5. Nia Erlita Parastuti   Nim: 1431056


STKIP PGRI SIDOARJO
Jalan Kemiri, Telp.(031) 8950181, Fax.(031) 8071354, Sidoarjo.
Website :http://stkippgri-sidoarjo.ac.id
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
2016

 

 
 
A. Pengertian Metode Pembelajaran Inkuiri
      Metode inkuiri adalah metode pembelajaran dimana siswa dituntut untuk lebih aktif dalam proses penemuan, penempatan siswa lebih banyak belajar sendiri serta mengembangkan keaktifan dalam memecahkan masalah.

B.  Sejarah Metode Pembelajaran Inkuiri
      Model inkuiri pertama kali dikembangkan oleh Richad Suchman pada tahun 1962 yang memandang hakikat belajar sebagai latihan berpikir melalui pertanyaan-pertanyaan.

C. Karakteristik Metode Pembelajaran Inkuiri
      Menurut Sanjaya (2006 : 197) ada beberapa hal yang menjadi karakteristik utama dalam metode pembelajaran inkuiri, yaitu : Metode inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan. metode pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar melainkan sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa.

D. Ciri-ciri Metode Pembelajaran Inkuiri
    a. Jawaban yang dicari siswa tidak diketahui terlebih dahulu
    b. Siswa berhasrat untuk menemukan pemecahan masalah
    c. Suatu masalah ditemukan dengan pemecahan siswa sendiri
    d. Hipotesis dirumuskan oleh siswa untuk membimbing percobaan atau eksperimen.
    e. Para siswa mengusulkan cara-cara pengumpulan data dengan mengumpulkan data, mengadakan pengamatan, membaca atau menggunakan sumber lain.
    f. Siswa melakukan penelitian secara individu atau berkelompok untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk menguji hipotesis tersebut.
    g. Siswa mengolah data sehingga mereka sampai pada kesimpulan.

E. Prinsip Metode Pembelajaran Inkuiri
   a. Berorientasi pada pengembangan intelektual
       Tujuan utama dari strategi inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir.
   b. Prinsip interaksi
       Pembelajaran adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa maupun interaksi.
   c. Prinsip bertanya
       Kemampuan guru dalam bertanya pada pembelajaran yang menggunakan metode inkuiri sangat diperlukan dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dengan lingkungan.
   d. Prinsip belajar untuk berpikir
       Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir, yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak.
   e. Prinsip keterbukaan
       Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai kemungkinan. Dalam metode inkuiri, tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan.

F. Kelebihan dan Kelemahan Metode Inkuiri
   a. Kelebihan Metode Inkuiri :
      1. Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berfikir sebab ia berfikir dan menggunakan kemampuan untuk hasil akhir
      2. Perkembangan cara berpikir ilmiah, seperti menggali pertanyaan, mencari jawaban, dan menyimpulkan/memperoses keterangan dengan metode inkuiri dapat dikembangkan seluas-luasnya
      3. Dapat melatih anak untuk belajar sendiri dengan positif sehingga dapat mengembangkan pendidikan demokrasi.
   b. Kelemahan metode inkuiri :
      1. Belajar mengajar dengan metode inkuiri memerlukan kecerdasarn anak yang tinggi. Bila anak kurang cerdas, hasilnya kurang efektif
      2. Metode inkuri kurang cocok pada anak yang usianya terlalu muda, misalnya anak SD.

G. Langkah-langkah
    Adapun syarat-syarat penerapan metode inkuiri adalah :
    a. Merumuskan topik inkuiri dengan jelas dan bermanfaat bagi siswa
    b. Membentuk kelompok yang seimbang, baik akademik maupun sosial
    c. Menjelaskan tugas dan menyediakan balikan kepada kelompok-kelompok dengan cara yang responsif dan tepat waktunya.
    d. Sekali-kali perlu intervensi oleh guru agar terjadi interaksi antarpribadi yang sehat dan demi kemajuan tugas.
    e. Melaksanakan penilaian terhadap kelompok, baik terhadap kemajuan kelompok maupun terhadap hasil-hasil yang dicapai (Hamalik, 2004 : 65).
Rangkuman
Penerapan Lesson Study dalam Pembelajaran Matematika
(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran Inovatif II)
 
 
 
Dosen Pembimbing:
Lestariningsih, S.Pd., M.Pd.
 
 
  Disusun oleh:
1. Abdul Khakim Kurniawan  NIM: 1431001 
2. Ahmad Hariz M.   NIM: 1431006
3. Cicinidia   NIM: 1431021
4. Indah Silvia Hadi   NIM: 1431040
5. Ristia Havadoh E.   NIM: 1431069
6. Rizky Yuniar Hakim  NIM: 1431070
 
 
STKIP PGRI SIDOARJO
Jalan Kemiri, Telp.(031) 8950181, Fax.(031) 8071354, Sidoarjo.
Website :http://stkippgri-sidoarjo.ac.id
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
2016




A. Sejarah Lesson Study
    Lesson Study telah berkembang sejak abad 18 di negara Jepang. Konsep Lesson Study semakin berkembang pada tahun 1995 berkat kegiatan The Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) yang diikuti oleh empat puluh satu negara dan ternyata dua puluh satu negara di antaranya memperoleh skor rata-rata matematika yang secara signifikan lebih tinggi dari skor rata-rata matemtika di Amerika Serikat.
    Di Indonesia, konsep Lesson Study berkembang melalui program Indonesia Mathematics and Science Teacher Education Project (IMSTEP) yang diimplementasikan sejak Oktober tahun 1998 di tiga IKIP

B. Pengertian Lesson Study
    Lesson Study bukan sebuah metode atau strategi pembelajaran tetapi serangkaian kegiatan pembelajaran yang dapat diterapkan di dalamnya berbagai metode atau strategi pembelajaran yang dianggap efektif dan sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan faktual yang dihadapi guru di dalam kelas, dan Lesson Study merupakan suatu cara peningkatan mutu pendidikan yang tak pernah berakhir (continuous improvement), alias inovasi yang tiada henti.

C. Ciri-Ciri Lesson Study
1. Tujuan bersama untuk jangka panjang.
2. Materi pelajaran yang penting.
3. Studi tentang siswa secara cermat.
4. Observasi pembelajaran secara langsung.

D. Prinsip-Prinsip Lesson Study
1. Diusahakan adanya kegiatan hands-on dan mind-on selama pembelajaran tersebut berlangsung,
2. Pembelajaran diusahakan dapat menyentuh permasalahan yang berhubungan dengan hidupan sehari-hari siswa,
3. Perencanaan pembelajaran tersebut mencoba mengembangkan media pembelajaran yang berbasis local materials.

E. Tahapan Kegiatan Lesson Study
Lesson Study terdiri dari 3 tahapan yaitu:
1. perencanaan (plan),
2. pelaksanaan (do), dan
3. refleksi (see).

F. Keunggulan dan Kelemahan Lesson Study
1. Keunggulan Lesson Study
    a. Membantu guru untuk mengobservasi dan mengkritisi pembelajarannya
    b. Meningkatkan mutu guru dan mutu pembelajaran yang pada gilirannya berakibat pada  peningkatan mutu lulusan
    c. Memperbaiki praktek pembelajaran di kelas
    d. Meningkatkan kolaborasi antar sesama guru dalam pembelajaran
2. Kelemahan Lesson Study
 a. Kurangnya pemahaman dan komitmen guru mengenai apa, mengapa, dan bagaimana melaksanakannya.
 b. Kurang terbiasa mengembangkan budaya saling belajar

Minggu, 10 Juli 2016


RANGKUMAN
PEMBELAJARAN INOVATIF II
MATERI METODE PEMBELAJARAN “Contextual Teaching and Learning (CTL)”


Dosen Pembimbing
Lestariningsih, S.Pd., M.Pd.

Oleh:
Aizzatur Rohmah (1431009)
Pendidikan matematika 2014-A


STKIP PGRI SIDOARJO
Jalan Kemiri, Telp.(031) 8950181, Fax.(031) 8071354, Sidoarjo.
Website : http://stkippgri-sidoarjo.ac.id
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
2016




  1. Pengertian

Model  pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep pembelajaran yang melibatkan siswa untuk melihat makna di dalam materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.

Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus dipahami, yakni: (1) CTL menekankan pada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, (2) CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, (3) CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan. Dalam upaya itu, siswa memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing.


B. Sejarah
Pembelajaran Berbasis Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) telah lama sekali diusulkan oleh John Dewey pada tahun 1916 yang menyarankan agar kurikulum dan metodologi pembelajaran dikaitkan langsung dengan minat dan pengalaman siswa. Dewey tidak menyetujui konsentrasi pembelajaran pada pengembangan intelektual terpisah dari pengembangan aspek kepribadian. Dewey juga tidak menyetujui dijauhkannya kegiatan pembelajaran di sekolah dengan kegiatan di dunia kerja dan di dunia nyata sehari-hari.
Oleh karena itu, model pembelajaran CTL telah jauh dikembangkan oleh ahli-ahli pendidikan dan bukan barang baru, salah satunya adalah John Dewey, seperti dikatakan Dewey bahwa model pembelajaran ini dikembangkannya pada tahun 1916, yang ia sebut dengan learning by doing ini era tahun 1916, kemudian tahun 1970-an konsep model pembelajaran kontekstual ini lebih dikenal dengan experiential learning, kemudian pada era tahun 1970-1980 lebih dikenal dengan applied learning, pada tahun 1990-an model kontekstual ini dikenal dengan school to work. Kemudian pada era tahun 2000-an, model kontekstual ini lebih efektif digunakan.
Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (1916) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan yang atau peristiwa yang akan terjadi di sekelilingnya. Pembelajaran ini menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer ilmu pengetahuan, mengumpulkan dan menganalisis data, memecahkan masalah-masalah tertentu baik secara individu maupun kelompok. Dengan demikian, guru dituntut untuk menggunakan strategi pembelajaran kontekstual dan memberikan kegiatan yang bervariasi, sehingga dapat melayani perbedaan individual siswa, mengaktifkan siswa dan guru, mendorong berkembangnya kemampuan baru, menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah, responsif, serta rumah dan lingkungan masyara-kat. Pada akhirnya siswa memiliki motivasi tinggi untuk belajar.
Sampai saat ini, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh kelas yang berfokus pada guru sebagai utama pengetahuan, sehingga ceramah akan menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi belajar. Sehingga sering mengabaikan pengetahuan awal siswa. Untuk itu diperlukan suatau pendekatan belajar yang memberdayakan siswa. Salah satu pendekatan yang memberdayakan siswa dalah pendekatan kontekstual (CTL).
Model Pembelajaran Kontekstual (CTL) dikembangkan oleh The Washington State Concortium for Contextual Teaching and Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam dunai pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatannya adalah melatih dan memberi kesempatan kepada guru-guru dari enam propinsi di Indonesia untuk belajar pendekatan kontekstual di Amerika Serikat, melalui Direktorat SLTP Depdiknas.


C. Karakteristik

Menurut Wina Sanjaya (2006: 114) terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL yaitu:

    1. Dalam CTL pembelajaran merupakan proses mengaktifkan pengetahuan yang sudah ada.
    2. Pembelajaran CTL adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru.
    3. Pemahaman pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.
    4. Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut. Pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan prilaku siswa.
    5. Melakukan refleksi strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik terhadap proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.
D. Prinsip-Prinsip

Menurut Johnson (2008:69) ada tiga prinsip ilmiah dalam CTL  yaitu:
1. Prinsip Kesaling-bergantungan
Dengan bekerja sama, siswa terbantu dalam menemukan persoalan, merancang rencana, dan mencari pemecahan masalah. Bekerja sama akan membantu mereka saling mendengarkan  akan menuntun pada keberhasilan. Prinsip kesaling-bergantungan menuntun pada penciptaan hubungan. Guru yang bertindak menurut prinsip ini akan menolong siswa membuat hubungan-hubungan untuk menemukan makna.
2. Prinsip Diferensiasi
Kata diferensiasi merujuk pada dorongan terus-menerus dari alam semesta untuk menghasilkan keragaman  yang tak terbatas, perbedaan, berlimpahan dan keunikan. Prinsip diferensiasi menyumbangkan kreativitas indah yang berdetak di seluruh alam semesta.
3. Prinsip Pengaturan Diri
Prinsip pengorganisasian diri menganugerahi setiap entitas dengan kepribadiannya, kesadarannya tentang dirinya, dan potensinya untuk melanggengkan dirinya dan menjadi dirinya. Keterkaitan prinsip-prinsip pengorganisasian diri, kesaling-bergantungan, dan diferensiasi menjaga ketenangan, keseimbangan, dan keberadaan sistem kehidupan  alam semesta.


E. Keunggulan dan Kelemahan
Rusman (2011:199) mengemukakan keunggulan pembelajaran CTL, sebagai berikut:

  1. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang baru dimilikinya.
  2. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik yang diajarkan.
  3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan-pertanyaan.
  4. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok berdiskusi, tanya jawab dan lain sebagainya.
  5. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media yang sebenarnya.
  6. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
  7. Melakukan penelian secara objektif, yaitu penilaian kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa.

Di samping memiliki keunggulan, pembelajaran dengan menggunakan CTL juga memiliki kelemahan antara lain: bagi guru kelas, guru harus memiliki kemampuan untuk memahami secara mendalam dan komprehensif tentang,

  1. Konsep pembelajaran dengan menggunakan CTL itu sendiri, dimana guru harus menyiapkan pembelajaran sesuai dengan sintaks-sintaks CTL.
  2. Pontensi individual siswa dikelas, dimana guru harus bisa menciptakan masyarakat belajar di dalam menerapkan model pembelajaran CTL.
  3. Beberapa pendekatan dalam pembelajaran yang berorientasi kepada aktivitas siswa, dimana guru harus lebih menampilkan aktivitas siswa dengan menggunakan model pembelajaran CTL.
  4. Sarana, media, alat bantu serta kelengkapan pembelajaran yang menunjang aktivitas siswa dalam belajar, guru dituntut untuk lebih kreatif dalam hal membuat media, alat bantu serta kelengkapan pembelajaran.

Sedangkan bagi siswa diperlukan kemampuan tentang inisiatif dan kreatifitas dalam belajar, memiliki wawasan pengetahuan yang memadai dari setiap mata pelajaran, adanya perubahan sikap dalam menghadapi persoalan dan memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi dalam menyelesaikan tugas-tugas.
F. Sintaks

Tahap
Tingkah Laku Guru
Tahap 1
Melaksanakan kegiatan inkuiri untuk semua topik

Guru menyajikan kejadiankejadian yang menimbulkan konflik kognitif dan rasa ingin tahu siswa.

Tahap 2
Mengembangkan sifat ingin tahu

Guru memberikan pertanyaan berdasarkan kejadian/topik yang disajikan.

Tahap 3
Menciptakan masyarakat belajar

Guru membimbing siswa untuk belajar kelompok dan bekerjasama dengan teman  sekelompoknya dalam bertukar pengalaman dan berbagi ide.

Tahap 4
Menghadirkan model

Guru menampilkan contoh pembelajaran agar siswa dapat berfikir, bekerja, dan belajar.

Tahap 5
Melakukan refleksi

Guru menyimpulkan materi pembelajaran, menganalisis manfaat pembelajaran, dan penindak lanjutkan kegiatan pembelajaran.

Tahap 6
Melakukan penilaian yang sebenarnya

Guru mengukur kemampuan dan pengetahuan keterampilan siswa melalui penilaian produk dan tugas-tugas yang relevan dan kontekstual.





G. Penerapan
Metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat diterapkan pada materi faktorisasi suku aljabar tingkat Sekolah Menengah Pertama dengan langkah-langkah sebagai berikut:

  • Pendahuluan (10 menit) :

    1. Mengingatkan materi sebelumnya.
    2. Menyampaikan tujuan pembelajaran.

  • Kegiatan inti (60 menit):

    1. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, 1 kelompok terdiri dari 4 orang (dengan cara membalikkan bangku).
    2. Masing-masing kelompok mendapatkan LKS dan siswa diminta untuk membaca permasalahan yang ada.
    3. Melalui permasalahan yang ada di LKS, siswa diminta untuk menemukan konsep perkalian suku satu dengan suku dua dan perkalian suku dua dengan suku dua.
    4. Siswa diminta menjawab soal-soal pada LKS dan selama diskusi berlangsung guru memantau pekerjaan dari tiap-tiap kelompok dan mengarahkan atau membantu siswa yang mengalami kesulitan.
    5. Meminta beberapa kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya sedangkan kelompok lain memberikan tanggapan, Guru memandu jalannya diskusi dan merumuskan jawaban yang benar.

  • Penutup (10 menit) :

    1. Membimbing siswa membuat kesimpulan dari materi pelajaran.
    2. Menugaskan siswa untuk mengerjakan soal latihan yang dipilihkan dari soal latihan pada buku siswa.


 

DAFTAR PUSTAKA






Lara. (2010). Sejarah Pembelajaran Kontekstual, diakses pada tanggal 25 April 2016 pukul 16:00 WIB.

Johnson, Elain, B. (2008). Contextual Teaching and Learning: what it is and why it’s here to stay. Bandung: MLC.

Rusman. (2011). Model-Model Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sanjaya, Wina. (2006). Strategi Pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

                                                                                              
















Jumat, 08 Juli 2016


RANGKUMAN
PEMBELAJARAN INOVATIF II
MATERI METODE PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING



Dosen Pembimbing
Lestariningsih, S.Pd., M.Pd.

Oleh:
Aizzatur Rohmah (1431009)
Pendidikan matematika 2014-A


STKIP PGRI SIDOARJO
Jalan Kemiri, Telp.(031) 8950181, Fax.(031) 8071354, Sidoarjo.
Website : http://stkippgri-sidoarjo.ac.id
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
2016


  1. SEJARAH METODE PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING
    Pada awal abad dua puluh, Dewey (dalam Aunurrahmah, 2009: 4-5) menyatakan bahwa belajar berasal dari pengalaman dan keterlibatan aktif oleh para pelajar. Jean Piaget berpendapat bahwa para pelajar dengan aktif membangun pengetahuan mereka masing-masing. Pandangan pembelajaran ini dikenal sebagai konstruktivisme yang menyatakan bahwa tidak hanya menerima informasi baru, tetapi para siswa menginterpretasikan apa yang mereka lihat, dengar, atau lakukan sesuai apa yang mereka telah ketahui.
    Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar matematika adalah model pembelajaran Quantum Learning. Strategi Pembelajaran Quantum Learning memusatkan perhatian pada interaksi makna. Quantum Learning sangat menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran, bukan keadaan yang dibuat-buat. Kealamiahan dan kewajaran menimbulkan suasana nyaman, segar, sehat, rileks serta santai dan menyenangkan. Untuk itu pembelajaran harus dirancang, disajikan, dikelola, di- fasilitasi sedemikian rupa sehingga dapat terwujud proses pembelajaran yang alamiah dan menyenangkan.

  2. PENGERTIAN METODE PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING
    Para ahli mendefinisikan Quantum Learning adalah seperangkat metode dan falsafah belajar yang terbukti efektif di sekolah dan bisnis untuk semua tipe orang dan segala usia. Dimana Quantum Learning ini berakar dari upaya Dr. Georgi Lozanov, seorang pendidik yang berkebangasaan Bulgaria yang bereksperimen dengan apa yang disebut sebagai “Suggestology” atau “Suggestopedia”. Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detail apa pun memberikan sugesti positif ataupun negatif, ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk memberikan sugesti positif yaitu mendudukan murid secara nyaman, memasang musik latar di dalam kelas, meningkatkan partisipasi individu, menggunakan media pembelajaran untuk memberikan kesan besar sambil menonjolkan informasi, dan menyediakan guru-guru yang terlatih baik dalam seni pengajaran sugestif.
    Quantum Learning adalah pengubahan belajar yang meriah dengan segala nuansanya. Quantum Learning juga menyertakan segala kaitan, interaksi dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar. Quantum Learning berfokus pada hubungan dinamis pada lingkungan kelas, interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka untuk belajar.

Pembelajaran Quantum Learning merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang mengedepankan keaktifan, kebermaknaan serta suasana lingkungan yang menyenangkan.


C. KARAKTERISTIK METODE PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING

Menurut (Sugiyanto, 2010:73) metode pembelajaran Quantum Learning memiliki karakteristik sebagai berikut:

  1. Pembelajaran Quantum Learning berpangkal pada psikologi kognitif, bukan fisika Quantum meskipun serba sedikit istilah dan konsep Quantum yang dipakai. Oleh karena itu, pandangan tentang pembelajaran, belajar dan pembelajar diturunkan, ditransformasikan, dan dikembangkan dari berbagai teori psikologi kognitif, bukan teori fisika Quantum.
  2. Pembelajaran Quantum Learning lebih bersifat humanis, bukan positivistis-empiris atau nativistis. Manusia selaku pembelajar menjadi pusat perhatiannya.
  3. Pembelajaran Quantum Learning lebih bersifat konstruktivistis, bukan positivistis-empiris atau behavioristis, karena itu nuansa konstruktivistis dalam pembelajaran relatif kuat.
  4. Pembelajaran Quantum Learning memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna, bukan sekedar transaksi makna. Dapat dikatakan bahwa interaksi menjadi kata kunci dan konsep sentral dalam pembelajaran.
  5. Pembelajaran Quantum Learning sangat menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi. Artinya pembelajaran harus berlangsung cepat dengan keberhasilan tinggi.
  6. Pembelajaran Quantum Learning sangat menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran, bukan keadaan yang dibuat-buat.
  7. Pembelajaran Quantum Learning sangat menekankan kebermaknaan dan kebermutuan proses pembelajaran.
  8. Pembelajaran Quantum Learning memiliki model yang memudahkan konteks dan isi pembelajaran.
  9. Pembelajaran Quantum Learning memusatkan perhatian pada pembentukan ketrampilan akademis, ketrampilan hidup dan prestasi fisikal atau material.
  10. Pembelajaran Quantum Learning menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian penting proses pembelajaran. Tanpa nilai dan keyakinan tertentu, proses pembelajaran kurang bermakna.
  11. Pembelajaran Quantum Learning mengutamakan keberagaman dan kebebasan, bukan keseragaman dan ketertiban. Keberagaman dan kebebasan dapat dikatakan sebagai kata kunci selain interaksi.
  12. Pembelajaran Quantum Learning mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran. Aktivitas total antara tubuh dan pikiran membuat pembelajaran bisa berlangsung lebih nyaman dan hasilnnya lebih optimal.

    Quantum Learning mempunyai keunggulan dan ciri khas tersendiri yang sangat unik dan jarang dimiliki oleh metode pembelajaran lainnya. Setidaknya ada empat ciri yang menonjol dalam pembelajaran Quantum Learning, diantarannya adalah sebagai berikut :

  1. Adannya unsur demokrasi dalam pengajaran. Hal ini terlihat sekali bahwa dalam penerapan Quantum Learning terdapat unsur kesempatan yang luas.
  2. kepada seluruh sisiwa untuk terlibat aktif dan pasrtisipasi dalam tahapan-tahapan kajian terhadap suatu mata pelajaran.
  3. Ada kepuasan pada diri siswa. Hal ini sangat terlihat dari adannya pengakuan terhadap temuan dan kemampuan yang ditunjukan oleh siswa sehingga secara proporsional siswa akan mampu memahami dan mengerti akan apa yang telah disampaikan dengan cepat tanpa adannya hambatan yang besar.
  4. Adannya unsur pemantapan dalam menguasai materi atau suatu ketrampilan yang diajarkan. Hal ini terlihat dari adannya pengulangan terhadap sesuatu yang sudah dikuasai oleh siswa, sehingga seandainnya ada materi yang kurang begitu paham, maka dengan sedirinya siswa akan paham karena materi yang diberikan memungkinkan untuk diulang agar kesemuannya mampu untuk diserap.
  5. Adannya unsur kemampuan pada seorang guru dalam merumuskan yang dihasilkan sisiwa, dalam bentuk konsep, teori, model dan sebagainnya. Hal ini sangat penting, karena antara guru dan siswa akan mampu terjalin ikatan emosional yang begitu kuat antara keduannya (A’la, 2012:41).

D. TUJUAN METODE PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING
  1.      Tujuan metode pembelajaran kuantum yang didasarkan pada keunggulan pendekatan tersebut. Beberapa tujuan  metode pembelajaran kuantum pada mata pelajaran matematika adalah:

  1. Untuk mengetahui penerapan pembelajaran Quantum Learning  pada pembelajaran matematika siswa SMP.
  2. Untuk mengetahui pengaruh yang signifikan, pembelajaran Quantum Learning terhadap hasil belajar matematika siswa.
  3. Untuk meningkatkan pemahaman materi pembelajaran matematika siswa.
  4. Untuk meningkatkan kreativitas siswa.
  5. Untuk meningkatkan ketercapaian KKM siswa.
  6. Untuk meningkatkan semangat belajar siswa.
  7. Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
  8. Apakah penggunaan model pembelajaran Quantum Learning dalam pembelajaran matematika menghasilkan prestasi yang lebih baik dibandingkan menggunakan model pembelajaran strukturalistik terhadap hasil belajar matematika.

E. PRINSIP-PRINSIP METODE PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING

Prinsip dapat diartikan (1) aturan aksi atau perbuatan yang diterima atau dikenal dan (2) sebuah hukuman, aksioma, atau doktrin fundamental. Pembelajaran Quantum Learning juga dibangun di atas aturan aksi, hukum, aksioma dan atau doktrin fundamental mengenai dengan pembelajaran dan pembelajar. Menurut De Porter dkk (2004: 7), ada tiga macam prinsip utama yang membangun Model Quantum Learning antara lain adalah :

      1. Bawalah dunia mereka (pembelajar) ke dalam dunia kita (pengajar) dan antarkan dunia kita (pengajar) ke dalam dunia mereka (pembelajar).
      2. Dalam pembelajaran Quantum Learning berlaku prinsip bahwa proses pembelajaran merupakan permainan orkes simfoni. Selain memiliki lagu atau partitur, permainan simfoni ini memiliki struktur dasar chord. Struktur dasar ini dapat disebut prinsip-prinsip dasar pembelajar Quantum Learning. Prinsip-prinsip dasar ada lima macam sebagai berikut:

Quantum Learning memiliki lima prinsip atau kebenaran tetap. Prinsip-prinsip tersebut adalah:

  1. Segalanya Berbicara

Segalannya dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh anda, dari kertas yang anda bagikan hingga rencana pelajaran anda semuannya mengirim pesan tentang belajar.

  1. Segalanya bertujuan
    Semua yang terjadi dalam pengubahan anda mempunyai tujuan. Apa yang disusun dalam pelajaran yang akan diberikan kepada siswa harus mempunyai tujuan dan batasan yang jelas.
  2. Pengalaman sebelum pemberian nama
    Proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari.



  3. Akui setiap usaha
    Belajar berarti melangkah keluar dari kenyamanan, maka mereka patut mendapat pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka.
  4. Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan

Perayaan memberikan umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar (DePorter, 2010:36).

      1. Dalam pembelajaran Quantum Learning juga berlaku prinsip bahwa pembelajaran harus berdampak bagi terbentuknya keunggulan. Adapun prinsip keunggulan sebagai berikut :

  1. Terapkan hidup dalam integritas
  2. Akuilah kegagalan dapat membawa kesuksesan
  3. Berbicara dengan niat baik
  4. Tegaskanlah komitmen
  5. Jadilah pemilik
  6. Tetaplah lentur
  7. Pertahankan keseimbangan

F. KELEBIHAN METODE PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING

Menurut Fajar (2012: 9) Kelebihan dari strategi pembelajaran Quantum Learning adalah:

  1. Dapat membimbing peserta didik kearah berfikir yang sama dalam satu saluran pikiran yang sama.
  2. Karena Quantum Learning lebih melibatkan siswa, maka saat proses pembelajaran perhatian murid dapat dipusatkan kepada hal-hal yang dianggap penting oleh guru, sehingga hal yang penting itu dapat diamati secara teliti.
  3. Karena gerakan dan proses dipertunjukan maka tidak memerlukan keterangan-keterangan yang banyak.
  4. Proses pembelajaran menjadi lebih nyaman dan menyenangkan.
  5. Siswa dirangsang untuk aktif mengamati, menyesuaikan antara teori dengan kenyataan, dan dapat mencoba melakukannya sendiri.
  6. Karena model pembelajaran Quantum Learning membutuhkan kreativitas dari seorang guru untuk merangsang keinginan bawaan siswa untuk belajar, maka secara tidak langsung guru terbiasa untuk berfikir kreatif setiap harinya.
  7. Pelajaran yang diberikan oleh guru mudah diterima atau dimengerti oleh siswa.

G. KEKURANGAN/KELEMAHAN METODE QUANTUM LEARNING

Menurut Fajar (2012: 9) kelemahan dari strategi pembelajaran Quantum Learning adalah:

  1. Model ini memerlukan kesiapan dan perencanaan yang matang disamping memerlukan waktu yang cukup panjang, yang mungkin terpaksa mengambil waktu atau jam pelajaran lain.
  2. Fasilitas seperti peralatan, tempat dan biaya yang memadai tidak selalu tersedia dengan baik.
  3. Karena dalam metode ini ada perayaan untuk menghormati usaha seseorang siswa baik berupa tepuk tangan, jentikan jari, nyanyian dll. Maka dapat mengganggu kelas lain.
  4. Banyak memakan waktu dalam hal persiapan.
  5. Model ini memerlukan keterampilan guru secara khusus, karena tanpa ditunjang hal itu, proses pembelajaran tidak akan efektif.
  6. Agar belajar dengan model pembelajaran ini mendapatkan hal yang baik diperlukan ketelitian dan kesabaran. Namun kadang-kadang ketelitian dan kesabaran itu diabaikan. Sehingga apa yang diharapkan tidak tercapai sebagaimana mestinya.

H. KERANGKA RANCANGAN BELAJAR  QUANTUM LEARNING

Kerangka rancangan belajar Quantum Learning dikenal sebagai TANDUR. Kepanjangan dari TANDUR adalah :

  1. Tumbuhkan
    Tumbuhkan minat dengan memasukan “Apakah Manfaatnya Bagiku” (AMBAK), dan manfaatkan kehidupan pelajar. Membuat siswa tertarik dengan materi yang akan diajarkan yaitu dengan menyampaikan tujuan-tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
  2. Alami
    Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua pelajar. Carannya dengan membawa materi ke dalam pengalaman kehidupan sehari-hari sehingga siswa akan lebih mudah memahami materi.
  3. Namai
    Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi; sebuah “masukan”. Setiap apa yang sudah ditemukan dalam kerja kelompok, diberi nama dengan menggunakan kata kunci yang mudah dimengerti.
  4. Demonstrasikan
    Sediakan kesempatan bagi para pelajar untuk “menunjukan bahwa mereka tahu”. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukan hasil kerja mereka.
  5. Ulangi
    Tunjukan kepada siswa cara-cara mengulang materi dan menegaskan, “aku tahu bahwa memang aku tahu ini”. Mengulang kembali apa yang telah ditemukan dalam kerja kelompok dan siswa mencatat kesimpulan-kesimpulan berupa pengertian dan rumus-rumus dalam buku masing-masing sebagai pengayaan sebelum mengerjakan soal.
  6. Rayakan
    Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi dan pemerolehan ketrampilan dan ilmu pengetahuan. Dapat berupa tepuk tangan atau menjentikan jari dan dapat berupa pujian (DePorter 2010:39).

I. PENERAPAN METODE DALAM PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING
Kegiatan pembelajaran meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
  1. Kegiatan pendahuluan, bertujuan untuk menciptakan suasana awal pembelajaran yang efektif yang memungkinkan siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Sebagai contoh ketika memulai pembelajaran, guru menyapa anak dengan nada bersemangat dan gembira (mengucapkan salam), mengecek kehadiran para siswa dan menanyakan ketidakhadiran siswa apabila ada yang tidak hadir. Dalam metode saintifik tujuan utama kegiatan pendahuluan adalah memantapkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang telah dikuasai yang berkaitan dengan materi pelajaran baru yang akan dipelajari oleh siswa. Dalam kegiatan ini guru harus mengupayakan agar siswa yang belum paham suatu konsep dapat memahami konsep tersebut, sedangkan siswa yang mengalami kesalahan konsep, kesalahan tersebut dapat dihilangkan.
  2. Kegiatan inti, merupakan kegiatan utama dalam proses pembelajaran atau dalam proses penguasaan pengalaman belajar (learning experience) siswa. Kegiatan inti dalam pembelajaran adalah suatu proses pembentukan pengalaman dan kemampuan siswa secara terprogram yang dilaksanakan dalam durasi waktu tertentu. Kegiatan inti dalam metode saintifik ditujukan untuk terkonstruksinya konsep, hukum atau prinsip oleh siswa dengan bantuan dari guru melalaui langkah-langkah kegiatan yang diberikan di muka.
    Kegiatan penutup, ditujukan untuk dua hal pokok. Pertama, validasi terhadap konsep, hukum atau prinsip yang telah dikonstruk oleh siswa. Kedua, pengayaan materi pelajaran yang dikuasai siswa.




DAFTAR PUSTAKA



A’la, M. (2012). Quantum Teaching (Buku Pintar dan Praktis). Yogyakarta: DIVA Press.

DePorter, Bobby, Henarcki, Mike. (2004). Quantum Learning-Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung:Kaifa.

DePorter, Bobbi, dkk. (2010). Quantum Teaching : Mempraktikan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas. Bandung: Kaifa.

Fajar. (2012). “Makalah Model Pembelajaran Quantum Teaching”. Artikel. Diakses dari http://eduadventure.blogspot.co.id/2012/05/makalah-model-pembelajaran-quantum.html (pada tanggal 25 April 2016, pukul 12.12 WIB)

Sugiyanto. (2010). Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pustaka.