RANGKUMAN
PEMBELAJARAN
INOVATIF II
MATERI
METODE PEMBELAJARAN “Contextual Teaching
and Learning (CTL)”
Dosen Pembimbing
Lestariningsih, S.Pd.,
M.Pd.
Oleh:
Aizzatur Rohmah (1431009)
Pendidikan matematika 2014-A
STKIP PGRI SIDOARJO
Jalan Kemiri, Telp.(031) 8950181,
Fax.(031) 8071354, Sidoarjo.
Website : http://stkippgri-sidoarjo.ac.id
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
2016
- Pengertian
Model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning)
adalah konsep pembelajaran yang melibatkan siswa untuk melihat makna di dalam
materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata
sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Dari
konsep tersebut ada tiga hal yang harus dipahami, yakni: (1) CTL menekankan
pada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, (2) CTL mendorong agar
siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi
kehidupan nyata, (3) CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan. Dalam upaya itu, siswa memerlukan guru sebagai pengarah dan
pembimbing.
Pembelajaran Berbasis Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) telah lama sekali diusulkan oleh John Dewey pada tahun 1916 yang menyarankan agar kurikulum dan metodologi pembelajaran dikaitkan langsung dengan minat dan pengalaman siswa. Dewey tidak menyetujui konsentrasi pembelajaran pada pengembangan intelektual terpisah dari pengembangan aspek kepribadian. Dewey juga tidak menyetujui dijauhkannya kegiatan pembelajaran di sekolah dengan kegiatan di dunia kerja dan di dunia nyata sehari-hari.
Oleh karena itu, model pembelajaran CTL telah jauh dikembangkan oleh ahli-ahli pendidikan dan bukan barang baru, salah satunya adalah John Dewey, seperti dikatakan Dewey bahwa model pembelajaran ini dikembangkannya pada tahun 1916, yang ia sebut dengan learning by doing ini era tahun 1916, kemudian tahun 1970-an konsep model pembelajaran kontekstual ini lebih dikenal dengan experiential learning, kemudian pada era tahun 1970-1980 lebih dikenal dengan applied learning, pada tahun 1990-an model kontekstual ini dikenal dengan school to work. Kemudian pada era tahun 2000-an, model kontekstual ini lebih efektif digunakan.
Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (1916) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan yang atau peristiwa yang akan terjadi di sekelilingnya. Pembelajaran ini menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer ilmu pengetahuan, mengumpulkan dan menganalisis data, memecahkan masalah-masalah tertentu baik secara individu maupun kelompok. Dengan demikian, guru dituntut untuk menggunakan strategi pembelajaran kontekstual dan memberikan kegiatan yang bervariasi, sehingga dapat melayani perbedaan individual siswa, mengaktifkan siswa dan guru, mendorong berkembangnya kemampuan baru, menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah, responsif, serta rumah dan lingkungan masyara-kat. Pada akhirnya siswa memiliki motivasi tinggi untuk belajar.
Sampai saat ini, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh kelas yang berfokus pada guru sebagai utama pengetahuan, sehingga ceramah akan menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi belajar. Sehingga sering mengabaikan pengetahuan awal siswa. Untuk itu diperlukan suatau pendekatan belajar yang memberdayakan siswa. Salah satu pendekatan yang memberdayakan siswa dalah pendekatan kontekstual (CTL).
Model Pembelajaran Kontekstual (CTL) dikembangkan oleh The Washington State Concortium for Contextual Teaching and Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam dunai pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatannya adalah melatih dan memberi kesempatan kepada guru-guru dari enam propinsi di Indonesia untuk belajar pendekatan kontekstual di Amerika Serikat, melalui Direktorat SLTP Depdiknas.
C. Karakteristik
Menurut Wina Sanjaya (2006: 114)
terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan
pendekatan CTL yaitu:
- Dalam CTL pembelajaran merupakan proses mengaktifkan pengetahuan yang sudah ada.
- Pembelajaran CTL adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru.
- Pemahaman pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.
- Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut. Pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan prilaku siswa.
- Melakukan refleksi strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik terhadap proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.
Menurut
Johnson (2008:69) ada tiga prinsip ilmiah dalam CTL yaitu:
1. Prinsip
Kesaling-bergantunganDengan bekerja sama, siswa terbantu dalam menemukan persoalan, merancang rencana, dan mencari pemecahan masalah. Bekerja sama akan membantu mereka saling mendengarkan akan menuntun pada keberhasilan. Prinsip kesaling-bergantungan menuntun pada penciptaan hubungan. Guru yang bertindak menurut prinsip ini akan menolong siswa membuat hubungan-hubungan untuk menemukan makna.
2. Prinsip Diferensiasi
Kata diferensiasi merujuk pada dorongan terus-menerus dari alam semesta untuk menghasilkan keragaman yang tak terbatas, perbedaan, berlimpahan dan keunikan. Prinsip diferensiasi menyumbangkan kreativitas indah yang berdetak di seluruh alam semesta.
3. Prinsip Pengaturan Diri
Prinsip pengorganisasian diri menganugerahi setiap entitas dengan kepribadiannya, kesadarannya tentang dirinya, dan potensinya untuk melanggengkan dirinya dan menjadi dirinya. Keterkaitan prinsip-prinsip pengorganisasian diri, kesaling-bergantungan, dan diferensiasi menjaga ketenangan, keseimbangan, dan keberadaan sistem kehidupan alam semesta.
Rusman (2011:199) mengemukakan keunggulan pembelajaran CTL, sebagai berikut:
- Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang baru dimilikinya.
- Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik yang diajarkan.
- Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan-pertanyaan.
- Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok berdiskusi, tanya jawab dan lain sebagainya.
- Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media yang sebenarnya.
- Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
- Melakukan penelian secara objektif, yaitu penilaian kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa.
Di
samping memiliki keunggulan, pembelajaran dengan menggunakan CTL juga memiliki
kelemahan antara lain: bagi guru kelas, guru harus memiliki kemampuan untuk memahami
secara mendalam dan komprehensif tentang,
- Konsep pembelajaran dengan menggunakan CTL itu sendiri, dimana guru harus menyiapkan pembelajaran sesuai dengan sintaks-sintaks CTL.
- Pontensi individual siswa dikelas, dimana guru harus bisa menciptakan masyarakat belajar di dalam menerapkan model pembelajaran CTL.
- Beberapa pendekatan dalam pembelajaran yang berorientasi kepada aktivitas siswa, dimana guru harus lebih menampilkan aktivitas siswa dengan menggunakan model pembelajaran CTL.
- Sarana, media, alat bantu serta kelengkapan pembelajaran yang menunjang aktivitas siswa dalam belajar, guru dituntut untuk lebih kreatif dalam hal membuat media, alat bantu serta kelengkapan pembelajaran.
Sedangkan bagi
siswa diperlukan kemampuan tentang inisiatif dan kreatifitas dalam belajar,
memiliki wawasan pengetahuan yang memadai dari setiap mata pelajaran, adanya
perubahan sikap dalam menghadapi persoalan dan memiliki tanggung jawab pribadi
yang tinggi dalam menyelesaikan tugas-tugas.
F. Sintaks
Tahap
|
Tingkah Laku Guru
|
Tahap 1
Melaksanakan
kegiatan inkuiri untuk semua topik
|
Guru
menyajikan kejadiankejadian yang menimbulkan konflik kognitif dan rasa ingin
tahu siswa.
|
Tahap 2
Mengembangkan
sifat ingin tahu
|
Guru
memberikan pertanyaan berdasarkan kejadian/topik yang disajikan.
|
Tahap 3
Menciptakan
masyarakat belajar
|
Guru
membimbing siswa untuk belajar kelompok dan bekerjasama dengan teman sekelompoknya dalam bertukar pengalaman dan
berbagi ide.
|
Tahap 4
Menghadirkan
model
|
Guru
menampilkan contoh pembelajaran agar siswa dapat berfikir, bekerja, dan
belajar.
|
Tahap 5
Melakukan
refleksi
|
Guru
menyimpulkan materi pembelajaran, menganalisis manfaat pembelajaran, dan
penindak lanjutkan kegiatan pembelajaran.
|
Tahap 6
Melakukan
penilaian yang sebenarnya
|
Guru
mengukur kemampuan dan pengetahuan keterampilan siswa melalui penilaian
produk dan tugas-tugas yang relevan dan kontekstual.
|
Metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat diterapkan pada materi faktorisasi suku aljabar tingkat Sekolah Menengah Pertama dengan langkah-langkah sebagai berikut:
- Pendahuluan (10 menit) :
- Mengingatkan materi sebelumnya.
- Menyampaikan tujuan pembelajaran.
- Kegiatan inti (60 menit):
- Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, 1 kelompok terdiri dari 4 orang (dengan cara membalikkan bangku).
- Masing-masing kelompok mendapatkan LKS dan siswa diminta untuk membaca permasalahan yang ada.
- Melalui permasalahan yang ada di LKS, siswa diminta untuk menemukan konsep perkalian suku satu dengan suku dua dan perkalian suku dua dengan suku dua.
- Siswa diminta menjawab soal-soal pada LKS dan selama diskusi berlangsung guru memantau pekerjaan dari tiap-tiap kelompok dan mengarahkan atau membantu siswa yang mengalami kesulitan.
- Meminta beberapa kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya sedangkan kelompok lain memberikan tanggapan, Guru memandu jalannya diskusi dan merumuskan jawaban yang benar.
- Penutup (10 menit) :
- Membimbing siswa membuat kesimpulan dari materi pelajaran.
- Menugaskan siswa untuk mengerjakan soal latihan yang dipilihkan dari soal latihan pada buku siswa.
DAFTAR
PUSTAKA
Lara. (2010). Sejarah Pembelajaran Kontekstual, diakses pada tanggal 25 April
2016 pukul 16:00 WIB.
Johnson, Elain, B. (2008). Contextual Teaching and Learning: what it is
and why it’s here to stay. Bandung: MLC.
Rusman. (2011). Model-Model
Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sanjaya,
Wina. (2006). Strategi Pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar